Kisah Inspiratif Wimbadi JP Sukses dengan Film-film Disutradarai & Ditulis Skenarionya

KabareTegal – Kita patut memberi apresiasi tinggi kepada Wimbadi JP yang sukses dengan film-film yang disutradarai dan ditulis skenarionya. Kisah suksesnya bisa menjadi inspirasi sineas-sineas Indonesia.

Wimbadi JP telah melakukan syukuran film ‘Ku Tak Percaya Kamu Mati’ di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Sebuah film yang disutradarai sekaligus skenarionya ditulis sendiri Wimbadi JP.

Film yang dibintangi Kinaryosih, Dedi Sutomo, Niniek L. Karim, Evandra dan Farah Maudina.ini tayang selama empat tahun di Astro Malaysia. Juga tayang di Thailand, Pilipina, Vietnam, Brunei, Singapura, dan Kamboja.

Begitu selesai kontrak tayang empat tahun di Asia lewat Astro Malaysia, langsung dibeli oleh Rapi Film Jakarta,

‘Aku bersyukur, awalnya tayang di bioskop Indonesia kurang berhasil, tapi film itu kebetulan didengar dan ditonton distributor film, langsung ngajak ketemuan sama saya, dan langsung deal, ” kata Wimbadi JP dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/12/2025).

Lebih lanjut, Wimbadi menerangkan dirinya seusai makan bareng media langsung pulang ke Jogja karena ada kegiatan mengajar di Jogja. “Di tengah kesibukan ngajar, saya menyelesaikan revisi beberapa skenario filmnya, “ terang Wimbadi.

Film ‘Ku Tak Percaya Kamu Mati’ berkisah tentang Bagong (Raditya Evandra) yang jadi korban tabrak lari.

Kinasih (Kinaryosih), budenya yang merawatnya sejak kecil karena ibunya (Farah Maudina) depresi akibat lelaki yang menghamilinya, minggat. Ibunya yang lumpuh tak tahu kalau anaknya sudah meninggal.

Fantar (WS Agantaran), teman Bagong, yang tidak percaya kalau Bagong mati, dianggap gila oleh teman sekelasnya. Keyakinan itu yang membuat arwah Bagong kembali ke alam nyata. Dua sahabat beda alam ini berjalan kembali seperti biasa. Bagong kembali merawat ibunya Selanjutnya dua sahabat ini mencari si penabrak.

Sebagai informasi, sebelumnya Wimbadi sukses dengan film karyanya yang berjudul ‘Penjuru 5 Santri’ yang didukung bintang-bintang yang punya nama besar dalam dunia keaktoran, seperti Roy Marten, Ferry Salim, Baron Hermanto, Pong Harjatmo, Rendy Bragi, Yatie Surakhman dan Kyai Kondang Zawawi Imron. Film ini tayang di bioskop nasional pada 2015 dan tayang di 17 negara Islam, kini Wimbadi tengah menggodog skenarionya,

Film Penjuru 5 Santri berkisah tentang Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng dan Rahayu adalah 5 sekawan yang tinggal di Desa Selopamioro, 40 KM di selatan Yogyakarta. Desa yang masih asri, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk suasana kota. Penduduk desa ini masih menggunakan tungku api dengan menggunakan kayu bakar untuk memasak, sungai dan sendang sebagai sumber utama air yang mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Lima sekawan yang tinggal dalam kesederhanaan dan keprihatinan memiliki semangat tinggi untuk menimba ilmu walaupun jalan yang mereka tempuhtidaklah mudah. Saat mentari tiba mereka bergegas berangkat sekolah tanpamenggunakan alas kaki, menyebrangi sungai dan berjalan beberapa kilometer, dan ketika senja datang mereka pergi mengaji di pondok pesantren yang dipimpin oleh Kiai Landung (Kiai Haji D. Zawawi Imron – Penyair Nasional) dan Gus Pras (Rendy Bragi) dengan penerangan obor.

Awalnya Sabar (Rizqullah Daffa) tidak diizinkan neneknya, Mbah Satir (Yati Surachman) untuk mengikuti pengajian di pondok pesantren itu karena harus membantu Mbah Satir mencari kayu bakar dan rumput untuk kambing. Dengan kesabaran dan kelembutan dari Kyai Landung, Ia berusaha membujuk Mbah Satir agar mengizinkan Sabar agar dapat mengaji di pondok pesantren. Akhirnya, Mbah Satir mengizinkan Sabar mengikuti pengajian.

Suatu hari lima sekawan ini tidak sengaja menemukan gubuk di tengah hutan jati. Dalam usahanya mengetahui siapa sebenarnya para penghuninya, mereka mengalami kejadian yang tak terduga. Mereka melaporkan kepada Kyai Landung dan kepala desa setempat dan ternyata gubuk tersebut adalah markas penjahat yang dipimpin oleh bos penjahat (Pong Harjatmo). Ditengah kerumitan yang terjadi, Mbah Satir meninggal dunia sehingga Sabar tinggal bersama Kyai Landung di pondok pesantren. Terjadi beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang menarik setelah Sabar ikut bersama Kiai Landung.***

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan, ini lahir 27 Mei 1971 di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Tinggal di Jakarta, bekerja sebagai wartawan. Puisi-puisinya masuk sekitar 80 buku antologi komunal (1994-2025). Buku antologi puisi tunggalnya; Penyeberangan ke Masa Depan (Yayasan Sastra Gading, 1997), Cakrawala Menjelang (Yayasan Aksara Indonesia, 2000), Memo Kemanusiaan (Balai Pustaka, 2022). Novelnya: Jejak Gelisah (2005) diterbitkan Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo, Gramedia Group), Chemistry (Bubble Books, 2018), Pocinta (Prabu21, 2021). Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal (2010), Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017), dan lain-lain. Karya-karyanya sudah banyak dijadikan bahan penelitian dan skripsi tingkat sarjana. Memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999) dan Pemenang Favorit Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana "100 Tahun Chairil Anwar" (2022).

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *